Sunday, October 23, 2016

Hadiah Ulang Tahun

Judul Cerpen Hadiah Ulang Tahun
Cerpen Karangan: Na Liandini
Kategori: Cerpen Galau, Cerpen Persahabatan


Beberapa hari menuju hari ulang tahun, aku sudah mendapatkan hadiah lebih awal. Tidak. Kali ini hadiah yang kuterima lebih berbeda dan menarik dari biasanya. Yaitu seorang sahabatku, Dianita, yang membuatku merasa ingin membencinya setengah mati. Walau sebenarnya ia tak berniat dan tak bermaksud demikian. Satu setengah jam aku berdebat dengannya melalui SMS yang tak bermanfaat sama-sekali. Setelah berdebat, aku memutuskan untuk tidak berteman dengannya lagi. Aku tak begitu tahu apa reaksinya setelah itu, karena SMSnya tak sempat kubalas dan aku belum bertemu dengannya lagi semenjak perkelahian antar kata itu.

Duduk bersidekap sedih bersandar pada dinding kamar. Terbersit ingatan ketika kami belum terpecah. Sebenarnya, sahabatku bukan hanya Dianita, ada seorang lagi, namanya Maya. Tapi, Maya sudah lebih dulu aku tinggalkan beberapa bulan lalu. Aku tak pernah menyapanya setelah aku putuskan untuk tidak berteman dengannya lagi. Aku tak pernah tahu apa yang ada di dalam hatinya.

Kurang lebih satu tahun aku bersahabat dengan Dianita dan juga Maya. Mereka sebenarnya baik, mungkin hanya tidak cocok saja padaku. Namun, aku memaksakan diri untuk bersahabat dengan mereka, walau sebenarnya batinku menolak keras. Dan akibatnya mereka menikam hatiku di tengah kesenangan senda gurau yang cukup berlebihan. Entah kenapa aku diam saja walau diri ini dijadikan bahan bully-an. Aku cukup sakit hati karena ulah mereka.

Sudah lama aku memendam rasa sakit. Tapi aku masih diam saja. Hingga rasa kecewa sudah menjadi lautan di dalam hati, aku pun tak ada keinginan untuk bangkit dari kerapuhan hati dan jiwa ini. Entah apa yang menahan dinyali diriku sehingga aku tak berontak saat itu.

Teringat ketika mereka berkata akan memberiku sebuah kejutan. Kejutan atau hadiah atau apa aku tak tahu karena aku tak sedang berulang tahun saat itu. Entah ada hari atau tanggal-tanggal yang mereka gelapkan, tapi yang jelas sungguh aku tidak tahu. Dan pada ujungnya aku pun kecewa juga, kecewa karena mereka memberikan kejutan itu kepada seorang temannya yang tak lebih setia dari diriku sedang berulang tahun. Jujur saja aku sangat terluka karena itu. Aku hanya menerima omong kosong belaka yang tak berarti. Sebenarnya dari awal pun aku tak berharap dengan kejutan yang mereka bilang akan diberikan kepadaku itu. Aku hanya sakit hati dan kecewa karena omong kosongnya yang menikam hati dan jiwa ragaku hingga berbekas menjadi sejarah persahabatan yang pahit.

Ketika ulang tahunku tahun lalu, kebetulan saat itu sedang bulan puasa. Dianita berencana ingin berbuka puasa bersama denganku dan juga Maya, di rumahnya. Aku dan Maya menyetujuinya. Pada saatnya tiba, aku datang ke rumah Dianita dengan waktu yang sudah ditentukan. Aku menunggu Maya datang seraya duduk di kursi beranda rumah Dianita. Beberapa menit kemudian, Dianita SMS ke Maya dan menanyakan akan datang atau tidak. Maya tak meresponnya. Setelah kurang lebih 20 menit kemudian, Maya menelpon, entah apa yang ia bicarakan dengan Dianita, aku tak tahu betul. Tapi aku menebak ia tak akan menepati perkataannya lagi. Waktu berbuka puasa tiba, Maya tak kunjung datang. Aku pun merasa disepelekan sebagai sahabat yang tak ada nilainya ini. Setelah semuanya selesai, aku pulang dengan segenap rasa kecewa yang mengiris hati.

Karena aku sudah tak kuasa menahan rasa sakit, aku memutus pertemanan dengan Maya. Entah apa yang ia bisikkan dalam hatinya, jujur aku tak tahu, namun yang jelas ia berbisik tanpa kata. Karena itu adalah kebiasaannya jika disakiti.
Maya menjalin perteman dengan yang lain tentunya, selain aku dan Dianita. Seiring waktu berjalan maju, aku melupakan Maya dan berhasil jaga jarak dengannya. Ketika itu, yang kuanggap sahabat terbaik adalah Dianita, ia tinggal satu-satunya sahabat yang masih setia (walau menyayat hati). Hingga pada akhirnya, beberapa bulan kemudian aku merasa dipermainkan oleh senda guraunya yang selalu berlebihan dan berujung pemBullyan. Akulah sasarannya. Kesoktahuannya yang selalu berkumandang di kuping kanan dan kiri membuatku enggan melihat wajahnya lagi dan pergi meninggalkannya tanpa sedikitpun kenangan indah.

Aku tahu, ia pun sering merasa kecewa karena ulahku. Aku pun begitu sebaliknya. Maka cara yang benar-benar jelas adalah aku harus memutus pertemanan dengan Dianita agar kami berdua tak ‘kan merasa kecewa satu sama lain. Namun aku tak segera melaksanakan solusi itu. Aku masih bertahan dalam tekanan batin dari seseorang yang katanya sahabat ini.

Ketika hari terakhir pesantren kilat di sekolah, aku sangat berharap Dianita akan datang ke sekolah dan tidak membolos. Karena penasaran, pagi-pagi kutanya dia tentang demikian lewat SMS. Lalu responnya adalah bukan yang aku harapkan sebelumnya, ia tak datang ke sekolah tanpa alasan yang jelas. Harapan aku pun hilang tak berbekas, pergi entah kemana tanpa meninggalkan secercah cahaya kebahagiaan. Ketika itu aku berniat untuk memutus pertemanan dengannya. Jujur saja aku pun sudah tak kuat menahan rasa luka di hati yang tak kunjung sembuh ini.

Dua hari kemudian, saat-saat aku hening sendirian menunggu waktu berbuka puasa tiba, handphoneku berdering. SMSnya kubaca, dari Dianita ternyata. Lalu aku respon dengan kalimat yang tak berarti untuknya. Awalnya aku tak berniat sama sekali dan tak bermaksud untuk memulai perdebatan. Namun Dianita meresponnya dengan kalimat-kalimat yang tak bernilai. Perdebatan dengan Tema yang tak jelas, isinya pun tak bermanfaat. Hanya membuang-buang waktu dengan kata-kata yang sudah busuk dan melakukan kegiatan yang sungguh tak berguna. Akhirnya, aku pun memutus pertemanan dengannya dan berniat akan jaga jarak dengannya mulai saat itu, walau aku belum sempat bertemu dengannya lagi.

Saat itu adalah saat beberapa hari menuju hari ulang tahunku. Hadiahnya datang lebih awal, hadiah yang tak kusangka akan terjadi, hadiah ulang tahun yang membuka mata hatiku untuk berani beranjak dari keterpurukkan hati dan kerapuhan jiwa. Saat itu aku bangkit dari kepedihan dan segala rasa kecewa yang sudah lama kupendam. Aku memutus pertemanan dengan Dianita meski sebenarnya memang berat dilaksakan, karena Dianita adalah teman yamg sudah lama dekat denganku. Tapi segala rasa yang memberatkan aku untuk melakukannya, kutebas dengan keberanian yang tersisa.
Hatiku tak muncul rasa bahagia, senang atau apa yang serupa. Aku hanya diam sedih namun tak sampai meneteskan air mata.

“Menyedihkan memang, menjadi diriku ini. Hanya dihadiahkan rasa kecewa setiap kali aku ingin mencari kebahagiaan.” Keluhanku dalam hati yang penuh dendam ini.

Selesai

No comments:

Post a Comment