Judul Cerpen: Dikala Hujan Waktu Itu
Cerpen Karangan: Rika Rimadhanti
Kategori: Cerpen Cinta Sedih
Cerpen Karangan: Rika Rimadhanti
Kategori: Cerpen Cinta Sedih
Kulangkahkan kaki di tengah rintik hujan yang tak berhenti menguyur kota. Di jalan yang kulalui ini, membuat ingatanku bekerja tanpa perintah untuk mengingat kenangan manis bersamanya. Bersama dengan seseorang yang sampai saat ini tak kuketahui entah berada dimana. Air mataku ke luar, bercampur dengan air hujan. Kenangan manis itu membuat luka hatiku kembali terbuka. Perih.
‘Tuhan, izinkan aku untuk bertemu dengannya barangkali untuk terakhir kalinya agar aku dapat melepaskannya.’ Batinku memohon. Hingga malam semakin larut, membuatku sadar bahwa dia tak akan pernah kembali untuk berada di sisiku. Kupercepat langkah kakiku meninggalkan jalan itu. Meninggalkan kenangan manis bersamanya.
“Kenapa baru pulang? Basah kuyup lagi.” Tanya Gryn sambil mengulurkan handuk untuk mengeringkan tubuhku.
“Aku nunggu hujan berhenti sejak sore di depan toko di ujung sana. Ternyata hujannya awet. Ya udah daripada gak bisa pulang ya aku terobos aja hujannya. Hehe” ku terima handuk itu lalu beranjak menuju kamar mandi.
Kubuka lebar-lebar jendela kamarku, kupandangi rintik hujan yang turun tiada henti. Aku memang suka menikmati udara saat hujan seperti ini. Memberikan aroma yang berbeda. Walau kadang aku membenci hujan. Karena dengan turunnya hujan, ingatan tentangnya kembali datang. Hujan dengan Ryo Prasetya memang tak dapat dipisahkan. ‘Kamu dimana Ryo? Mengapa kamu tega meninggalkan aku tanpa ada kata perpisahan?’ batinku selalu berteriak seperti itu kala hujan turun mengguyur hati yang tiada kata lelah memikirkan tentang dirinya.
Mentari kembali beranjak dari ufuk timur menyinari kehidupan di bumi. Sinarnya menerobos jendela kamarku yang terbuka lebar, rupanya aku lupa menutup jendela tadi malam. Aku malas untuk beranjak dari tempat tidur, mengingat mataku yang bengkak karena menangis bersama hujan semalaman. Sepi. Sepertinya Gryn meninggalkanku sendiri. Aku memang tak ada semangat untuk kuliah hari ini, jadi kuputuskan untuk kembali tidur. Hingga aku teringat sesuatu. Tanpa cuci muka dan yang lain-lain. Aku berlari, kuhiraukan semua yang memandangku heran. Yang kutahu aku harus pergi ke suatu tempat. Secepatnya.
Napasku masih tersenggal-senggal saat sampai di tempat yang ku tuju. Kini aku berdiri di tepi danau tepatnya di belakang gedung SMA ku dulu. Tempat ini tak banyak berubah dari terakhir kali aku kesini bersamanya. Aku tengok ke sebelah kanan, senyumku kembali mengembang kala mendapati sebuah pohon yang masih kokoh berdiri di tempatnya. Kudekati pohon itu, kenangan bersamanya kembali muncul. Tertawa berdua sambil menggali sebuah lubang kecil lalu mengubur sesuatu. Kala itu kita masih menggunakan seragam putih abu-abu. Hingga peristiwa itu terjadi karena aku yang marah-marah ingin membeli sepatu olahraga berwarna biru muda yang dipajang di toko sebelah jalan. Sepatu yang kala itu memang sedang aku cari-cari. Hal tersebut membuatnya kehilangan konsentrasi. Motor yang kami berdua naiki oleng hingga menabrak pembatas jalan. Aku terguling di semak-semak sedangkan dirinya terpental ke tengah jalan hingga akhirnya… tes… tes… tes… darahnya mengalir hebat saat kami menuju rumah sakit. Saat itu pula dirinya pergi. Meninggalkanku untuk selamanya. Se… la… ma… nya. Tak akan pernah bisa kembali meskipun harus kutukar dengan nyawaku sendiri. Tetap tak akan pernah terjadi.
Aku menangis sambil menggali sesuatu di bawah pohon itu. Ingatan itu kembali seutuhnya. Kini aku mengingat kemana dia pergi meninggalkanku. Aku salah… aku yang menyebabkan dia pergi untuk selamanya hanya gara-gara sebuah sepatu biru muda. Aku salah karena telah membenci dia yang pergi begitu saja. Padahal sebenarnya dia telah mengucapkan kata perpisahan. Malam itu. Di sela-sela nafas yang tersenggal-senggal menahan sakit. Di tengah rintikan hujan yang semakin membuatnya terluka. Lalu siapa yang salah kalau dia pergi membawa hatiku?
Kupindahkan apa yang kita kubur bersama dulu di samping kuburannya. Sebuah benda kesayanganku yang dibuat sendiri oleh tangannya. Sebuah benda yang tak dapat kutemukan duanya di belahan bumi manapun. Karena itulah ideku yang dinyatakan oleh kesayanganku, sebuah miniatur rumah yang kelak akan kami bangun dan kami tinggali bersama. Namun kini hanya tinggal kenangan.
“Ryo. Aku bawakan bunga kesukaanmu.” Setelah aku memanjatkan doa untuk dirinya, aku beranjak dari tempat peristirahatan terakhirnya. Dari arah yang berlawanan muncul sesosok lelaki yang sangat kukenal berjalan ke arahku. Ryo?
sumber : www.cerpenmu.com

No comments:
Post a Comment