Saturday, October 8, 2016

Love Is Bitter

Judul Cerpen Love Is Bitter
Cerpen Karangan: Fiodesta Defranclean Salsabila
Kategori: Cerpen Cinta SegitigaCerpen KeluargaCerpen Pengorbanan


Bunyi jam weker yang nyaring telah membangunkanku dari tidur lelapku. Hari ini adalah hari dimana aku tidak ada jadwal kuliah, jadi aku akan bebas dari tugas-tugas kuliah, akan bebas dari materi hukum yang membuatku hampir gila. Sebenarnya aku tak ingin mengambil fakultas hukum, tapi papaku yang memaksakan kehendaknya. Karena dari ketiga putrinya, tidak ada yang lulusan dari fakultas hukum. Tidak ada yang mengikuti jejaknya. Jadi, sebagai putri bungsu aku yang harus menanggung ini semua.

Namaku Gadis. Entah kenapa kedua orangtuaku memberikan nama seperti itu. Mungkin mereka ingin aku menjadi perempuan yang feminim dan tidak kebanyakan tingkah seperti halnya perempuan zaman sekarang. Tapi kenyataan sungguh berbeda dengan harapan. Aku bukanlah perempuan feminim. Sifatku lebih mengarah pada sifat laki-laki. Aku tak pernah mau mengenakan rok, perhiasan, dan pernak-pernik rambut. Sangat kontras dengan kakakku yang kedua, namanya Endah. Seperti namanya, dia cantik dan super modis.

Kakak sulungku bernama Dita, cukup feminim, cantik juga, tapi kecantikannya sangat berbeda dengan kak Endah. Kecantikannya terlihat sangat natural atau alami. Sedang menjalani karirnya menjadi seorang dokter muda cantik di Palembang, jauh dari rumahku di Jakarta. Aku dan kak Endah sangat berbeda dan sering sekali bertengkar. Dan, tentu ada saja apa penyebabnya. Di waktu kecil, kami sering berebutan mainan, makanan, bahkan perhatian dari orangtua. Ketika menginjak usia remaja sampai dewasa, kak Endah selalu mengataiku si cewek tomboi dan aku membalasnya sebagai cewek rempong yang suka dandan. Begitulah keseharian kami semenjak kak Dita pergi. Sebelumnya dia yang selalu melerai kami.

Seperti kataku tadi. Jika berangkat kuliah atau keluar, aku selalu mengenakan jeans hitam panjang, baju tanpa motif berlengan panjang dengan rambut hitam sepinggangku yang selalu ku kuncir tanpa poni. Tak lupa aku juga memakai kacamata kodok tanpa motif juga. Aku punya banyak kacamata seperti itu dengan berbagai warna yang ku sesuaikan dengan warna bajuku. Tak lupa aku mengenakan topi. Sangat mirip dengan laki-laki. Aku juga tak pernah memakai selop atau high heels yang merepotkan. Terkadang aku memakai sepatu boot motif simple warna hitam dan coklat jika malam dengan jaket kulit warna abu-abu dan coklat milikku. Seperti yang dikenakan Oh Ha Ni di Naughty Kiss.

Seperti biasa, kak Endah akan selalu mengejekku jika keluarga kami ingin bepergian. Dia selalu mengenakan dress, hot pants, dan pakaian feminim lainnya dengan high heels berbagai bentuk. Kami berdua memang sangat berbeda walau sedarah. Dia tengah menjalani kuliah fakultas ekonomi saat ini. Teman-temannya juga tak jauh berbeda dengannya. Kak Jenny dan kak Anna. Pacarnya bernama kak Glenn. Cukup tampan. Tapi kenapa harus menjadi pacarnya kak Endah. Mungkin kak Glenn hanya memandang kecantikan kak Endah saja. Aku selalu senang jika kak Glenn datang. Entahlah, aku juga tak tau apa penyebabnya. Sekedar rasa senang biasa atau rasa senang yang disertai dengan rasa yang bernama cinta.

“Eh, kamu lihat high heelsku yang warna pink, nggak?” kata kak Endah yang tiba-tiba memasuki kamarku tanpa mengetuk dulu. Saat itu aku tengah asyik chatting dengan teman lamaku.
“Kak Endah apa-apaan sih? Aku nggak tau ah. Mana masuk kamar orang nggak pake ngetuk pintu dulu lagi” ujarku sengit.
“Duh, ribet banget sih. Aku tuh lagi mau jalan sama Glenn” jawabnya dan menutup kembali pintu kamarku.
Sebenarnya aku senang kalau kak Glenn datang. Tapi aku hanya bisa memandanginya saja. Kulitnya yang putih dan tinggi badannya yang cukup tinggi. Sebenarnya dia lelaki pendiam dan cerdas. Bayangkan saja, di usianya yang masih menginjak 25 tahun, dia sudah menjadi seorang manager di perusahaan penerbitan. Itu yang membuatku kagum pada laki-laki yang satu ini.

Setelah ku tau kak Glenn datang, aku langsung menaruh kembali gadgetku dan beranjak dari ranjangku menuju balkon. Kulihat dari atas, kalau mobil CRV putih miliknya sudah terpakir di samping mobil Jazz merah milikku. Aku ingin segera keluar untuk menyapanya. Tapi, setelah aku turun dari tangga, kak Endah sudah mengait tangan kak Glenn. Aku merasakan hatiku perih di dalam. Aku semakin gelisah memikirkan perasaan apa yang kumiliki untuk kak Glenn.

Hari ini, sepulang kuliah kulihat kak Endah pergi bersama kak Jenny dan kak Anna. Kelihatannya mereka akan pergi ke salon. Aku saja tidak pernah pergi ke salon. Setelah mereka pergi, mama dan papa pun juga pergi ke Bogor sedang ada urusan. Baru tadi pagi mereka berangkat. Paling cepat, 2 hari lagi mereka akan pulang. Kebetulan, bi Inah pembantu di rumah ini sedang pergi pulang ke kampungnya di Sumedang. Jadi, aku akan benar-benar sendirian.

Setelah berganti pakaian, aku duduk di ruang tamu sambil membaca novel kesukaanku, ‘Magic Hour’. Entah apa sebabnya, aku juga membawa buku diary ku ke meja dan menuliskan tentang perasaanku pada kak Glenn. Kalau di rumah, aku biasanya memakai kaus berlengan tiga per empat dan celana kodok selutut. Tiba-tiba saja, bel berbunyi. Aku segera membukakan pintu. Ternyata kak Glenn yang datang. Aku jadi gugup. Tapi, aku segera mempersilahkannya masuk.

“Kak Endah lagi pergi ke salon sama kak Jenny dan kak Anna. Kak Glenn mau minum apa sambil nunggu kak Endah pulang?” ujarku setelah ia duduk.
“Emm.. apa aja deh, Dis” jawabnya.

Aku segera pergi ke dapur dan melupakan keberadaan buku diaryku yang berada tepat di depan kak Glenn. Warnanya ungu. Khusus buku diaryku yang berwarna ungu ini, aku hanya menuliskan tentang kak Glenn. Masih terisi 3 lembar saja. Mungkin hanya butuh waktu 5 menit untuk membacanya.
Bodohnya aku. Setelah membuat 2 gelas orange juice, aku malah tidak segera mengantarkannya. Aku malah tersenyum-senyum sendiri. Mungkin sekitar 10 menit. Ternyata kak Glenn telah membaca seluruh isi diaryku itu yang hanya 3 lembar. Setelah aku datang, buku itu masih tergeletak di atas meja. Yang jelas, dia sudah membacanya. Setelah beberapa lama, kak Glenn membuka percakapan antara kami berdua.

“Dis, udah punya pacar belum?” tanyanya secara tiba-tiba padaku. Sontak, aku sangat kaget.
“Emm.. belum kak. Emang kenapa? Kok kak Glenn tiba-tiba nanya kayak gitu ke aku?” tanyaku balik.
“Gadis, aku boleh jujur nggak sama kamu?” tanyanya tanpa menjawab pertanyaanku.
“Boleh kok kak” jawabku singkat.
“Mungkin seminggu yang lalu, aku lihat HPnya kak Endah. Ada sms dari kak Aris. Smsnya udah kayak orang pacaran gitu, Dis. Bukan hanya itu, kak Endah udah dua kali kayak gini. Sebelum kak Aris, dia sama kak Benny. Tapi, setelah aku mutusin dia, dia selalu nangis-nangis. Aku jadi nggak tega, terus aku nggak jadi mutusin dia deh” kata kak Glenn. Aku sedikit kaget. Dasar kak Endah.
“Terus, kak Glenn mau kayak gini sampai selamanya? Sampai kalian nikah?” tanyaku.
“Enggak. Jujur, aku udah nggak cinta lagi sama Endah. Rencananya, aku kesini mau mutusin dia di depan mama dan papanya. Aku cinta sama orang lain” Deg. Aku jadi semakin kaget dengan kalimat terakhirnya.
“Siapa kak?” tanyaku penuh penasaran.
“Dia cewek yang baik, nggak rempong kayak Endah. Dia sangat jauh-jauh berbeda dari Endah. Dia cewek yang simple. Aku cinta sama dia” jawabnya membuatku semakin penasaran.
“Siapa cewek itu, kak Glenn?” tanyaku tak sabar.
“Kamu. Cewek itu kamu, Gadis. Sebenarnya, udah lama aku naksir kamu. Kamu cewek terbaik yang pernah aku kenal. Sebenarnya kamu cantik, Dis. Tapi, kamu nggak mau memperlihatkan itu semua. Nggak kayak Endah. Aku udah baca semua isi diary kamu. Maaf kalau aku lancang.” ujarnya dengan penuh kesedihan.
Aku diam cukup lama. Rasa senang menguasai seluruh jiwaku. Namun bercampur dengan rasa kaget yang dalam juga. Cowok seganteng kak Glenn dapat menyukai cewek sepertiku.

“Kak, kakak nggak bercanda kan?” tanyaku tak percaya.
“Nggak mungkin aku bercanda. Aku serius, Gadis. Aku ingin kamu jadi pacar aku. Aku nggak kuat sama Endah” ujarnya lagi. Bukan main senangnya aku. Tapi, bagaimana dengan kak Endah? Biar bagaimanapun juga, dia tetap kakakku.
“Tapi kak Glenn, kak Endah gimana?” tanyaku.
“Dia udah selingkuh sampai dua kali. Kalau gitu, gimana kalau kita backstreet aja” kata kak Glenn. Aku jadi semakin bingung.
“Tapi, kak. Aku takut kalau kak Endah tau terus marah” ujarku.
“Kalau waktunya udah tepat, kita kasih tau kak Endah” sahut kak Glenn. Aku hanya mengangguk pelan. Perlahan, dia meraih kedua tanganku.

Kami sudah berpacaran, meski masih backstreet. Tapi aku senang. Senang sekali. Rasa senang yang cukup dalam bercampur dengan kegelisahan yang cukup mengganggu. Dalam masalah sepele saja kak Endah bisa marah besar padaku dalam jangka waktu yang lama. Apalagi dalam masalah asmaranya. Mungkin aku bisa dibunuhnya. Tapi, aku juga tidak percaya kenapa kak Endah selingkuh sampai dua kali. Dan mustahil juga kak Glenn berbohong tentang hal ini.
Namun, aku berusaha menepis semua kegelisahan itu. Aku ingin menjalani hubunganku dulu bersama pacar pertamaku. Bersama cinta pertamaku, kak Glenn. Sejak hari itu, kami sering keluar bersama. Kadang nonton dan sekedar makan-makan. Pernah dia menawariku untuk pergi shopping, tapi aku menolaknya. Sudah kubilang kalau aku ini cewek tomboi. Sekalipun saja aku tidak pernah shopping, ke salon, atau ke semua tempat yang umum dikunjungi oleh wanita. Yang membelikanku pakaian hanya mama. Mencari pakaian yang cocok denganku tidaklah sulit. Maka dari itu aku selalu titip pada mama jika dia sedang ingin pergi shopping bersama kak Endah.
Setiap kali aku jalan bersama kak Glenn, penampilanku tetap sama ketika aku masih berstatus jomblo. Kak Glenn pun tidak keberatan. Dia lebih suka aku apa adanya.

Entah pada waktu hari apa, kak Endah tiba-tiba jatuh pingsan. Papa dan mama langsung melarikannya ke rumah sakit. Setelah dokter memeriksanya, ternyata dokter mendiagnosa bahwa kak Endah tengah menderita penyakit kanker tulang belakang. Tak pernah terlintas di benakku bahwa kak Endah akan menderita penyakit ganas seperti itu. Aku menangis, begitu juga mama. Aku merasa bersalah kepada kak Endah meski dia tidak tau tentang kesalahanku. Diam-diam aku telah bermain cinta bersama kekasihnya. Meski kak Endah memang selingkuh, tapi menurutku dia hanya ingin menghilangkan kebosanannya jika kak Glenn sedang meeting yang tak dapat diganggu.

Papa sudah menelepon kak Glenn dan akhirnya dia pun datang. Kak Endah keluar dengan kesedihan yang mendalam yang terlukis pada raut wajahnya. Dia langsung memeluk mama. Kami semua pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, kak Glenn menghampiri kak Endah yang sedang duduk termenung sendirian di balkon. Aku melihat mereka.
“Ndah, nggak usah sedih. Kamu pasti sembuh kok” kata kak Glenn setelah ia duduk si samping kak Endah. Kak Endah menatapnya dengan memegang tangan kak Glenn dan menjatuhkan air matanya.
“Aku takut, Glenn. Aku mau punya umur panjang” kata kak Endah. Kini dia benar-benar menangis.
“Kamu pasti akan punya umur panjang kalau kamu punya semangat untuk sembuh. Semua orang yang kamu sayangi itu di dekatmu kok” ujar kak Glenn menenangkan. Aku merasakan kecemburuan melanda perasaanku.
“Termasuk kamu?” tanya kak Endah penuh harap.
“I.. iya” begitulah jawaban kak Glenn yang sedikit gagap.
“Maaf atas segala kesalahanku dulu, Glenn. Aku sadar kalau kamulah laki-laki yang bisa mencintaiku apa adanya. Jangan putusin aku ya? Aku cinta kamu, Glenn” kata kak Endah seraya merebahkan kepalanya ke bahu kak Glenn. Aku hampir ingin menangis.
“Iya, aku udah maafin kamu kok” jawab kak Glenn.
Aku tak bisa lagi mendengarkan semua percakapan mereka. Entah apa yang mereka bicarakan hingga pukul 16.45 WIB. Aku kasihan terhadap kak Endah tapi sekaligus juga merasakan rasa cemburu seperti ini. Kak Glenn pasti akan sering datang untuk mengunjungi kak Endah.

Aku merenung diri di dalam bilikku. Berulang kali kak Glenn mengirimiku sms, tapi tak satu pun yang kujawab. Mungkinkah aku terlalu egois dalam hal ini, Tuhan? Tapi, apakah aku harus mengorbankan perasaanku demi kak Endah. Apa seharusnya aku mengalah saja? Aku tenggelam dalam dilema antara cinta atau keluarga.

Akhirnya, sepulang kuliah, kak Glenn menjemputku. Sebenarnya aku ingin nebeng temanku, tapi kak Glenn malah menghalangiku. Akhirnya, aku masuk juga ke dalam mobilnya. Dalam mobil aku hanya diam. Aku ingin memutuskannya tapi aku tak tega. Tak tega dengannya yang mencintaiku dan tak tega dengan perasaanku yang juga mencintainya.

Sesampainya di rumahku, kak Glenn tidak langsung pulang. Dia mampir sebentar untuk mengunjungi kak Endah. Mereka berdua duduk di sofa di depan TV. Kak Endah merebahkan kepalanya di bahu kak Glenn. Tapi, tiba-tiba kak Glenn berteriak memanggil namaku. Ternyata kak Endah jatuh pingsan.

Kami semua membawa kak Endah ke rumah sakit. Seketika itu, papa langsung datang ke rumah sakit dari kantornya. Kata dokter, kak Endah harus segera dioperasi secepatnya. Dokter memutuskan untuk mengoperasinya besok malam. Setelah itu kami masuk ke kamar kak Endah.

“Ma, pa, Endah takut” kata kak Endah yang hampir menangis.
“Tenang sayang. Disini ada mama, papa, Gadis, dan juga ada Glenn” jawab mama seraya menenangkan kak Endah yang tengah kalut.
“Iya sayang, gak usah takut” tambah papa.
“Glenn, aku boleh minta sesuatu nggak sama kamu?” tanya kak Endah pada kak Glenn. Keberadaanku tidak digubrisnya sama sekali.
“Setelah aku dioperasi, aku pengen nikah sama kamu” kata kak Endah.
Aku kaget. Aku terperanjat. Hampir saja aku mau menangis sambil berteriak. Kak Endah ingin menikah dengan kak Glenn. Tapi, aku kasihan juga padanya. Tak sepatutnya aku merebut kebahagiaannya. Hatiku berkata untuk mengikhlaskan kak Glenn buat kak Endah. Biar bagaimanapun juga, kak Endah lah yang pertama kali dicintai oleh kak Glenn.
“Kak Endah kok tanya kayak gitu sih? Kak Glenn itu pasti akan jadi suaminya kak Endah. Kak Endah tenang aja. Ya, kan kak Glenn?” ujarku pada kak Endah dan kak Glenn.
“I..iya kok, Ndah” jawab kak Glenn.

Setelah itu, kami semua keluar agar kak Endah dapat istirahat. Kak Glenn mengajakku bicara di kantin rumah sakit. Dia membicarakan soal tadi. Aku pun menasehati kak Glenn. Aku memberitahu tentang pemikiranku pada kak Glenn. Dan, aku juga membujuknya berulang kali agar tak mengecewakan kak Endah. Akhirnya dia mau atas kehendakku.

Hari-hari pun berlalu. Akhirnya, kak Endah telah lepas dari belenggu penyakit kanker itu. Acara pertunangan pun telah terlaksana. Bahkan, kak Endah mendahului kak Dita untuk menikah. Saat-saat yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba juga. Tepat pada hari ini kak Glenn akan melepas masa lajangnya dan kak Endah akan mengakhiri masa perawannya.
Setelah semua tamu mengucapkan selamat pada mereka, kak Glenn menghampiriku. Dia menghampiriku dengan statusnya sekarang yang telah menjadi kakak iparku. Dia bilang padaku kalau dia akan selalu mencintaiku walau kami tidak berjodoh. Aku pun begitu. Sekarang aku tau bagaimana rasanya cinta. Cinta yang dibilang oleh banyak orang sangat manis, tapi tidak buatku. Cinta itu sungguh menyakitkan. Karena cinta itu pahit. Because Love is Bitter.

THE END

No comments:

Post a Comment