Cerpen Karangan: Indra Siwenk Ma'arif
Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi)
Aku masih ingat, dengan sangat jelas, hari itu jam delapan malam sebelum pesta tahun baru, tak perlu disebutkan itu tahun berapa. Di pelataran trotoar yang basah disapu air hujan, aku melihat seseorang menelan MDMA, sebuah ramuan yang dipercaya sebagai “PIL CINTA”, obat jalanan yang ampuh bagi orang yang sedang dalam misi genosida mentalnya. Tak butuh waktu lama, 30 menit setelah tembakan pertama dan berlanjut pada beberapa jam yang berjalan, ia tak henti hentinya mengatakan “Saya adalah jeruk, jangan kupas saya, saya jeruk dan jangan kupas saya, dan itu pun berlanjut terus hingga pada part yang disebut KLIMAKS, ia berpikir bahwa ia adalah seekor ngengat, dan tak henti hentinya membenturkan diri di tiang lampu kota.
Sekali lagi, itu cukup buat ku paham, bahwa saya dihadapkan pada sebuah cermin yang maha besar, lengkap dengan rangkaian peristiwa yang terekam di dalamnya, sebuah intisari dari beberapa pilihan terbaik sekaligus terburuk yang pernah kuperbuat dalam hidup.
Adalah Psilocybin Cubensis, orang orang dengan istilah Psychonauts menyebutnya sebagai Jamur Ajaib, sebuah zat halusinogen yang ditemukan dan digunakan ribuan tahun yang lampau, obat ini berkhasiat psikedelik dan itu kuat, teramat sangat kuat, 8 jam, dan itu tak terhindarkan, dimana saat jiwa terombang ambingkan pada sebuah perjalanan halusinasi yang di sisi lain mencerahkan sebab penuh dengan kejadian kosmis dan spiritual, namun sebaliknya juga menghancurkan, terperanjat dan jelas melukai mental akibat masuknya diri pada sebuah labirin dan lorong juga lingkaran ilusi serta gangguan visual menakutkan yang seperti tak berujung.
Ah rasanya seperti bernostalgia, ini adalah sebuah part dari rak memori yang sempat berhamburan dan harus kutata rapi, aku mulai mengenal zat itu sekitar 4 tahun yang lalu terhitung dari tahun sekarang, entah beberapa kali saya menggunakannya, aku tak ingat, atau lebih tepatnya tak mau mengingat, aku terlalu terlena dan gembira. Tebak saja, beberapa tangkai Psilocybin setara dengan dosis teramat kecil cukup membuatku hilang berantakan dan tersedot dalam kondisi trance yang amat luar biasa, yah, luar biasa bingungnya.
Ada pada suatu waktu, dengan dosis yang moderat dan high, memberikanku sebuah pengalaman yang merubah hidup. Bayangkan saja, ketika matamu dimanjakan oleh kilatan cahaya dan serbuk pelangi di sekelingmu, sebuah keindahan yang tak pernah kau temui dalam kondisi kesadaran yang biasa, bagaimana rasanya ketika persepsi, kenangan dan juga afeksimu berbaur dan tercampur aduk menjadi satu, menjadi sebuah satu kesatuan, kesejatian yang utuh dan berkomplikasi persis seperti salah satu scene di film alice in wonderland dan dalam beberapa jam itulah semuanya terjadi. aku merasa terlahir kembali, merasa sangat suci dan terkuduskan seperti bayi dengan warna merah merona yang baru berontak dari rahim ibunya, tanpa dosa dan nista, indah dan tak tertandingi. Beberapa jam itu saya disuguhi oleh mahakarya dari sebuah seni, seni yang tak biasa, seni yang melebihi realitas yang mendistorsi logika dan hati, seni yang bersifat surealis namun lebih kuat, 100 x bahkan 1000 x lebih kuat. Dimana semuanya di mulai dengan beberapa benda tak nyata yang merayap di kulitku hingga menyeretku secara paksa namun lembut. Membimbing sukmaku melewati bagian dimensi tertinggi, dimensi yang asing dan astral, saya menyebutnya dimensi “KESEJATIAN”
Satu persatu kenangan masa lalu terlintas dan semakin berhamburan, apalagi ketika mata terpejam, bisa dijelaskan seperti sebuah roller coaster berupa layar LCD yang tak terhingga terbalut dengan gambar dari peristiwa yang pernah kulalui. Banyak yang kutemui, sebut saja makhluk surealis yang tak berbentuk secara wajar dengan campuran warna abstrak yang menyengat dan mengagetkan, hingga rangkaian koloni lebah raksasa yang tak pernah ingin kulihat lagi. Lebih dalam lagi, waktu dan masa semakin tak diketahui keberadaannya, semuanya menjadi kacau namun indah, menit berasa seperti jam, dan ruang yang terasa hampa mirip seperti ruang angkasa yang bahkan aku juga tak pernah tau bagaimana ruang angkasa itu sebenarnya. Cukup lama saya menyaksikan gerbong gerbong peristiwa itu, dan sekali lagi membuat aku berusaha sangat keras agar tidak kehilangan kontrol diri dan berusaha merangkak ke luar dari zona halusinasi. Dan…
Itu bekerja, lambat laun mulai dapat menyesuaikan diri, hingga sampai pada sebuah hamparan padang rumput yang luas, sebuah hamparan intropeksi dan perenungan yang dalam, teramat sangat dalam.
Aku teringat, dan secara tidak langsung berhasil membuatku kembali merasakan rasa sakit, sakit yang tak terkira, sakit yang pernah mengoyak dan memporak porandakan perasaanku, sakit yang sama ketika saya kehilangan seseorang yang disayangi, yang pergi dengan membawa bongkahan hati dan meninggalkan lubang yang besar yang entah kapan lubang itu akan terisi dengan padat kemudian hidup dan sembuh kembali. Aku ingin meledak, ingin teriak namun apa daya? teriakanku tak kan sampai pada keyataan karena faktanya aku sedang berada dalam kondisi tak nyata, aku merasa terkucil dan rapuh, mirip bayi dan itu menyakitkan. Entah kenapa tiba tiba saya merasa sangat sendirian, rasa gembira diawal ketika mulai keracunan mendadak terjun bebas pada palung dan jurang yang gelap dan berlumut, dingin dan sepi. Ah, aku merasa sangat kesepian kali ini, apalagi di luar mulai turun hujan, entah hujan itu nyata atau tidak. Dalam kondisi ketidaksadaran ini hanya satu yang kulihat dan rasakan dengan jelas, dan sialnya lagi satu satunya hal yang ku sadari ialah ungkapan dari sebuah kata yang bernama “RINDU”.
“Bagaimana rasanya ketika kau sedang rindu? berada dalam persimpangan antara kerinduan dan melupakan, kira kira mana yang kau tuju? yang jelas itu berat, ketika hati diapit pada 2 pilihan. Antara rindu dan melupakan mau tak mau kau harus mengorbankan salah satu”
Tentu kau tau seperti apa rasanya, tak perlu dijelaskan, terserah bagaimana caramu memandang, bagaimana caramu menikmatinya, dari sudut dan sisi manakah yang kau lihat, seperti apa caramu memaknainya, bagiku itu bukanlah masalah, karena aku tau pikiran dan hati seseorang tidak berdetak dengan sama, mereka berdetak di luar yang diperkirakan. Seperti halnya kerinduan dan melupakan, sebuah kontradiksi dan perang yang tak pernah usai, dimana dalam satu sisi kau merindukan namun di sisi lain hendak melupakan, hingga rindu dan melupakan hampir tak berjarak.
Cukup lama aku berkubang dalam album kenangan ini, memalukan rasanya, melihat diri ini yang seharusnya berkembang justru terjerembab dalam rekahan dan ratapan dari lambaian kenangan. Memalukan juga rasanya dimana sekali lagi menyerah tak melawan dihadapan kenangan, dihadapan peristiwa, di hadapan rasa rindu yang kadang sangat kejam dan begitu lemahnya diri ini ketika mencoba memungut kembali serpihan hati yang terserak, merekat kannya menjadi semula, mengupulkannya jadi satu dan menyambungnya sembari berharap tak pecah lagi, namun, harapan seperti tak memihak, kembali perasaan ini pun pecah tak karuan dan aku harus mencoba mengumpulkannya dengan susah payah dari awal lagi. Dan lebih memalukannya, aku terus melakukan hal itu sejak 5 tahun yang lalu.
Pikiran dan perasaanku semakin semrawut, lebih mawut dari jalanan di jakarta yang ruwet, lebih ruwet lagi dari gumpalan rambut dan benang yang kusut, lebih kusutlah lagi diri ini, ingin rasanya perjalanan tak nyata ini ku akhiri, namun itu mustahil, kontrak ku dengan zat ini masih berakhir beberapa jam lagi, hingga pada kabut kesemrawutan ini kutemukan sebuah pelajaran yang tak pernah ku dapatkan ketika ku duduk di belakang meja kuliah mendengarkan pemberi materi yang mungkin juga tak tau apa yang diceramahkannya. Dan yang pasti, itu sedikit menghibur, tidak, mungkin lebih dari sebuah hiburan, karena konteks dan teksturnya jauh berbeda, yap, ini adalah sebuah pencerahan, sebuah jalan yang menunjukan kepada arah keluar, dan itu sejati, sangat sejatu. Oke, setidaknya aku paham materinya, ini hanyalah soal hati, hanyalah sebatas afeksi, hanyalah sebuah sayatan kecil yang terlalu kubesar besarkan.
“HADAPI SAJA”, Suara itu datang dalam ingatan yang hampir tak tersisa, sebuah gumpalan semangat sebesar butir debu, adalah lentera yang selama ini menguatkanku, yang sayangnya baru bisa terpanggil ketika dalam keadaan setengah mabuk dan hampir tak sadar. Aku mulai bersemangat lagi, kegembiraan yang sempat lenyap ketika onset pertama dengan zat ini muncul dan mulai berdatangan kembali, ramai ramai dengan suara yang jelas kudengar, seperti suara keramaian yang bergejolak, gumpalan kecil itu semakin lama semakin membesar, aku bisa rasakan lewat adrenalin dan otot tempat darahku mengalir, menuju pada sebuah neurotransmitter di otaku, entah dopamin atau serotonin aku tak cukup tau, yang jelas ini adalah sebuah pertanda bahwa kontrak ini akan segera berakhir dan menuju kesadaran yang benar benar sadar. Gerombolan itu mirip seperti teman temanku.
Hemmm … apa? teman?. oke, bicara tentang teman, mungkin adalah sebuah obat mujarab yang berkhasiat dan memiliki potensi penyembuhan yang cukup kuat, melebihi zat yang kini mengaliri aliran darahku.
Ialah sebuah ikatan, tak peduli apapun bentuk ikatan itu, yang jelas di dalamnya terdapat benih benih cinta dan kasih sayang dan hebatnya lagi, dan lebih hebatnya lagi itu dapat menyelamatkan perasaan yang terkulai akibat luka dari kejadian masa lalu, entah bagaimanapun bentuk luka dalam hati hanya ada satu obat dan ramuan mujarab. Obat itu adalah “KASIH SAYANG” dan parahnya lagi ia ada di sekelilingku, dimana mana, di depan mataku, ketika aku kembali membuka mata yang 5 tahun ini terpejam. Dan, sejauh aku memandang aku kembali melihat dengan sangat bersih dan jelas, bahwa apa yang dicari ialah sebuah hal yang sederhana namun mendamaikan, adalah KASIH SAYANG
Kasih sayang, hanya itu yang membuat hati menjadi lebih hidup, adalah kasih dan sayang, yang mendamaikan dan menuntun jiwa yang tersesat, juga hanya kasih sayanglah yang mampu mententramkan perasaan yang pernah terluka dan tersayat parah. Dan berawal dari mengenal kasih sayanglah semua bisa di jelaskan. Bahwa, lubang yang ada di hati hanya bisa diisi oleh orang lain, hanya bisa di isi oleh kasih sayang dari hati yang lain, bagaimanapun lubang itu akan bisa sedikit demi sedikit tertimbun dengan hadirnya orang lain dalam hidup kita, lahirnya sebuah ikatan demi ikatan dengan perasaan yang berwarna setiap harinya, munculnya sebuah hubungan hubungan yang mulai mengusik dan membunuh rasa sepi, mematahkan kerinduan yang kadang kejam dan tak manusiawi, sebab kalian pun akan mulai mengerti, bahwa sekuat apapun manusia, ia tidak akan pernah menang melawan kesendirian. Ketika hatimu mulai menabur benih benih perasaan itu dan disebarkan di seluruh tempat yang kau pijak maka lubang hati yang menganga itu pun akan tertutup, rapat dan rapi, sehingga membentuk sebuah hati yang baru, hati yang benar benar baru, pikiran dan perasaan yang baru, jiwa yang benar benar baru, dan semakin kau menebarnya semakin pula kau dapatkan perasaan kasih itu, karena itu ibarat hukum alam, dimana ada bentuk disitu ada bayangan, ibarat kata, dimana kau tanam benih disitulah akan tumbuh tanaman dan buah, buah yang sangat nikmat sebagai ganti dari kerja keras mu untuk memulainya. Bahwa nyata nya, kita membutuhkan orang lain dan sebaliknya, ketika kita mampu menempatkan diri pada tempat yang tepat, maka kebahagiaan akan terwujud, sama seperti YIN dan YANG, IZANAMI dan IZANAGI dalam legenda tionghoa, dimana keduanya di bentuk oleh landasan yang sama.
Dan semua itu diawali dengan hal yang sederhana, sangatlah sederhana, yakni dengan memberi. Yah, memberikan perasaan kasih sayangmu pada orang lain, membangun ikatan dengan nya, ikatan dengan banyak orang, ikatan yang akan terus merambat hingga ke inti bumi dan dunia, hingga tiba pada suatu bagian dalam sejarah hidupmu bahwa kita pernah merasakan bagaimana wujud dari keindahan, adalah kebahagiaan yang sejati.
Oh betapa bersyukurnya, tak sengaja kutemukan jawaban lewat racun yang selama ini ditelan, ada untungnya juga menjadi seorang ilmuwan bajakan yang mencoba menyusun laporan eksperimen sensation seekingnya dengan latar belakang dan panorama dunia Psikotropika lengkap dengan hiruk pikuk dan kabar tentang penyalahgunaan zatnya, dan, aku merasa sangat tercerahkan, terbangun dari tidur yang panjang, kini aku mulai menyukai terang tanpa melupakan kegelapan, sebab berawal dari gelaplah terbitlah terang, beruntunglah mereka manusia manusia yang sempat berjaya dalam gelap kemudian berjalan menuju terang membawa segudang pengalaman yang tak pernah selesai diceritakan, hingga ketika aku selesai menulis kata acak kadut ini, aku masih menikmati semua yang pernah berlalu dan terproses.
Hingga tiba-tiba sebuah tangan lembut menyentuh rambutku.
“Bangunlah Sayang, ayo pulang” Gumamnya lirih.
Sumber: http://cerpenmu.com/
No comments:
Post a Comment